PERLAWANAN ABAD 19

Posted by


a. Perlawanan rakyat Maluku di bawah Pattimura (1917)
Latar belakang timbulnya perlawanan Pattimura, di samping adanya tekanan-tekanan yang berat di bidang ekonomi semenjak kekuasaan VOC yang dikarenakan sebagai berikut.

1) Sebab ekonomis, yaitu :
a) adanya tindakan-tindakan pemerintah Belanda yang memperberat kehidupan rakyat, seperti sistem penyerahan secara paksa, kewajiban kerja blandong, penyerahan atap, dan gaba-gaba, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi;
b) beredarnya uang kertas, dimana rakyat Maluku tidak dapat menggunakannya untuk keperluan sehari-hari.

2) Sebab psikologis, yaitu :
a) adanya pemecatan guru-guru sekolah akibat pengurangan sekolah dan gereja,
b) pengiriman orang-orang Maluku untuk dinas militer ke Batavia.

Aksi perlawanan meletus tanggal 15 Mei 1917 dengan menyerang benteng Belanda Duurstede di Saparua. Setelah terjadi pertempuran sengit, akhirnya benteng Duurstede jatuh ke tangan rakyat Maluku. Tetapi, setelah Belanda mendapat bantuan pada tanggal 25 Juni 1917, Belanda terus mengadakan penggempuran dan berhasil menguasai kembali daerah-daerah Maluku. Perlawanan semakin mereda setelah banyak pemimpin Maluku tertawan, seperti Thomas Matulessi/Pattimura, Anthonie Rhebok, Thomas Pattiweal, Lucas Latumahina, dan Johanes Matulessi. Dalam perlawanan ini juga muncul tokoh wanita, yakni Christina Martha Tiahahu. Mereka dijatuhi hukuman gantung di benteng Victoria Ambon.

b. Perang Paderi (1921-1938)
Perang Paderi dapat dibagi menjadi dua periode sebagai berikut.

1) periode pertama 1921-1929 (perang saudara)
Merupakan perang antara kaum Adat melawan kaum Paderi dengan corak keagamaan.

Sebab-sebab terjadinya perang, yaitu:
a) perbedaan pendapat antara kaum Adat dan kaum Agama,
b) berkembangnya Islam tasawuf,
c) berlakunya hukum adat matrilineal,
d) campur tangan Belanda dalam setiap permasalahan dalam masyarakat,
e) perebutan pengaruh dalam masyarakat antara kaum Adat dan kaum Ulama.

2) periode kedua 1930-1937 (perang kolonial)
Perang Paderi dimpin oleh Tuanku Imam Bonjol dan dibantu oleh tokoh Adat dan kaum Paderi, seperti Haji Sumamu, Haji Piabang, Tuanku Nan Gepuk, Haji Niniky, Tuanku Hitam, Tuanku Nan Cerdik, dan Datuk Bendahar. Kaum Adar dan kaum Paderi bersatu melawan Belanda dengan corak keagamaan dan patriotisme.

Pada tahun 1933, Belanda mengeluarkan "Pelakat Panjang", yang isisnya sebagai berikut.
a) Penduduk dibebaskan dari pembayaran pajak yang berat dan kerja rodi.
b) Belanda akan bertindak sebagai penengah jika terjadi perselisihan antarpenduduk.
c) Penduduk boleh mengatur pemerintahan sendiri.
d) Hubungan dagang hanya diperbolehkan dengan Belanda.

Memasuki tahun 1937 Belanda menjalankan "Siasat Pengepungan" terhadap benteng Bonjol. Benteng Bonjol akhirnya berhasil dilumpuhkan oleh Belanda. Selanjutnya Belanda mengajak untuk berunding, namun akhirnya Tuanku Imam Bonjol ditangkap dan dibuang ke Cianjur, kemudian dipindahkan ke Ambon, dan akhirnya dipindah lagi ke Manado hingga wafatnya tahun 1964.

c. Perlawanan Pangeran Diponegoro (1925-1930)
Sebab-sebab perlawanan Diponegoro sebagai berikut.
1) Adanya kekecewaan dan kebencian kerabat istana terhadap tindakan Belanda yang makin intensif mencampuri urusan keraton melalui Patih Danurejo (kaki tangan Belanda).
2) Adanya kebencian rakyat pada umumnya dan petani khususnya, akibat tekanan pajak yang sangat memberatkan.
3) Adanya kekecewaan di kalangan para bangsawan, karena hak-haknya banyak yang dikurangi.
4) Sebagai sebab khususnya adalah adanya pembuatan jalan oleh Belanda melewati makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo.

Pertempuran meletus pada tanggal 20 Juli 1925 di Tegalrejo. Pasukan Pangeran Diponegoro diperkuat dan dibantu oleh Kyai Mojo, Pangeran Mangkubumi dan Sentot Alibasyah untuk melawan Belanda. Markas pasukan Diponegoro dipusatkan di Goa Selarong. Dengan sistem gerilya Pangeran Diponegoro sangat kewalahan, maka untuk menghadapinya digunakan berbagai cara, misalnya dengan taktik adu domba, sayembara, benteng stelsel (yaitu cara memperkecil wilayah kekuasaan Diponegoro dengan mendirikan benteng), dan siasat tipu muslihat.

Akhirnya Belanda dapat menangkap Diponegoro dengan tipu muslihatnya mengajak berunding. Kemudian, beliau dibawa ke Batavia lalu diasingkan ke Manado dan dipindahkan ke Makasar hingga wafat.

d. Perlawanan Aceh
Sebab-sebab perlawanan Aceh, yaitu :
1) minat besar Belanda terhadap Aceh yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan;
2) traktat Sumatra (1971) berpeluang bagi Belanda untuk menyerang Aceh;
3) Belanda turut campur tangan dalam urusan luar negeri Aceh. Belanda tidak menyukai Aceh berhubungan dengan Turki, Amerika Serikat, Italia, dan Singapura;
4) tahun 1973 Belanda menuntut Aceh untuk tunduk.

Adanya persatuan yang kuat antara hulubalang (bangsawan), ulama, dan rakyat menyebabkan Belanda cukup lama dalam memadamkan perlawanan rakyat Aceh. Jatuh Bentang Kuto Reb pada tahun 1904 membuat Aceh harus menandatangani "Plakat Pendek" yang isinya bahwa Aceh harus mengakui kekuasaan Belanda.

Perlawanan Aceh dipimpin oleh Teuku Umar, Panglima Polim, Teuku Cik Di Tiro, Cut Nyak Dien, Cut Mutia. Kedudukan Aceh dalam politik internasional sesuai Treaty of London (1924) yang harus diakui oleh Belanda dan Inggris, sehingga rakyat Aceh bisa mengadakan perdagangan secara leluasa dengan bangsa manapun, karena perang Aceh.

e. Perlawanan di Bali
Sebelum abad ke-19, pulau Bali dikuasai oleh kerajaan kecil di bawah kekuasaan kerajaan klungkung. Perjanjian antara Kerajaan Klungkung dengan Belanda menyatakan bahwa wilayah Kerajaan Klungkung sebagai kupernement (suatu negeri yang bebas dari pengaruh kekuasaan Belanda).

Namun, ada hak-hak kerajaan Bali yang paling mudah dilanggar, yaitu Hak Tawan Karang. Hak tersebut menyatakan bahwa kerajaan berhak merampas dan menyita barang-barang serta kapal-kapal yang terdampar di pulau Bali. Atas pelanggaran terhadap hak inilah yang dipakai Belanda sebagai dalih untuk mengadakan serangan ke Pulau Bali. Kerajaan adalah yang pertama diserang oleh Belanda, karena menganggap bahwa kerajaan ini sebagai kerajaan yang terkuat.

Tahun 1944, pada waktu Kerajaan Buleleng di bawah pimpinan raja I Gusti Ketua Jelantik, berhasil menawan kapal dagang milik Belanda. Peristiwa ini dijadikan dalih oleh Belanda untuk menyerang Pulau Bali tahun 1948. Pertempuran hebat terjadi dan dikenal dengan sebutan puputan jagaraja. Setelah buleleng ditekukkan, Belanda terus berusaha menguasai kerajaan-kerajaan di Bali. Akibatnya suasana kehidupan masyarakat terus diikuti dengan "Perang Puputan" seperti Perang Kusamba (1908), Perang Puputan Bandung (1906), Perang Puputan Klungkung (1908).

Sobat sudah membaca artikel PERLAWANAN ABAD 19 dengan baik, terima kasih banyak sudah mengunjungi blog kami, nantikan artikel pelajaran selanjutnya.
Jika sobat ingin request artikel pelajaran, silahkan hubungi kami dengan mengisi form yang ada di bagian bawah blog kami.
Semoga hari sobat sangat menyenangkan ^_^


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Demo Blog NJW V2 Updated at: 4:03:00 AM